BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pemikiran
dan praktek pendidikan sejak dahulu, kini maupun masa yang akan datang
senantiasa akan mengalami dinamika perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta perubahan sosial budaya yang sedang terjadi di dalam masyarakat. Berbagai
pemikiran tentang pendidikan yang muncul di dalam masyarakat bersamaan dengan
dinamika perkembangannya serta merta membawa perubahan yang selanjutnya dikenal
dengan aliran-aliran pendidikan.
Pemahaman
terhadap berbagai aliran pendidikan memiliki arti yang sangat penting, ketika
seorang pendidik ataupun calon pendidik hendak menangkap hakikat dari setiap
dinamika perkembangan pemikiran tentang pendidikan yang tengah terjadi. Karena,
pemikiran ini akan menjadi bekal bagi tenaga pendidik, sehingga memiliki
wawasan historis yang lebih luas, lagi pula juga dapat menambah ketajaman
analisisnya dalam mengaitkan antara keberadaan masa lampau dengan tuntutan dan
kebutuhan masa kini dalam rangka mengantisipasi masa yang akan datang.
Berbagai
pemikiran tentang pendidikan tempo dulu secara realitas telah memberikan
kontribusi yang cukup berarti bagi praktek pendidikan. Pada setiap aliran
pendidikan memiliki pandangan yang berbeda dalam memandang perkembangan
manusia. Hal ini berdasarkan atas faktor-faktor dominan yang dijadikan sebagai
dasar pijakan bagi perkembangan manusia.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
pendidikan menurut aliran-aliran klasik?
2. Bagaimana
gerakan-gerakan baru dalam pendidikan?
3. Bagamaina
dua aliran pokok pendidikan di Indonesia?
C.
Tujuan
1. Mengetahui
pendidikan menurut aliran-aliran klasik
2. Mengetahui
gerakan-gerakan baru dalam pendidikan
3. Mengetahui
dua aliran pokok pendidikan di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendidikan
menurut Aliran-aliran Klasik
Dalam dunia
pendidikan terdapat 4 pendapat ahli tentang bagaimana pembentukan karakter
seseorang yang dikenal dengan istilah aliran pendidikan. Aliran-aliran klasik
dalam pendidikan antara lain :
1.
Aliran Empirisme
Aliran empirisme bertolak dari Lockean
Tradition yang mementingkan stimulsi eksternal dalam perkembangan manusia, dan
menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan
pembawaan tidak dipentingkan. Pengalaman yang diproleh anak dalam kehidupan
sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya yang berupa stimulan-stimulan.
Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa
dalam bentuk pendidikan. Tokoh perintisnya adalah John Locke filsuf Inggris
(1704-1932) yang mengungkapkan teori tabula rasa, yakni anak lahir di dunia
bagaikan kertas putih yang bersih. Pengalaman empirik yang diperoleh dari
lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak.
Menurut pandangan empirisme (biasa pula disebut
environmentalisme) pendidik memegang peranan yang sangat penting sebab dalam
perkembangan anak menjadi manusia dewasa ditentukan oleh lingkungannya atau
oleh pendidikan dan pengalaman yang diterimanya sejak kecil. Manusia-manusia
dapat dididik menjadi apa saja (ke arah yang baik maupun kearah yang buruk)
menurut kehendak lingkungan atau pendidiknya. Dalam pendidikan, pendapat kaum
empiris ini terkenal dengan nama optimisme pedagogis. Empirisme adalah suatu
doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh
pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme di ambil dari bahasa
Yunani empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai suatu doktrin
empirisme adalah lawan dari rasionalisme. Empirisme berpendapat bahwa
pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal,
melainkan di peroleh atau bersumber dari panca indera manusia, yaitu mata,
lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu
yang sesuai dengan pengalaman manusia.
Aliran empirisme di pandang berat sebelah sebab
hanya mementingkan peranan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. Sedangkan
kemampuan dasar yang di bawa anak sejak lahir di anggap tidak menentukan,
menurut kenyataan dalam kehidupan sehari-hari terdapat anak yang berhasil
karena berbakat, meskipun lingkungan sekitarnya tidak mendukung. Keberhasilan
ini disebabkan oleh adanya kemampuan yang berasal dari dalam diri yang berupa
kecerdasan atau kemauan keras, anak berusaha mendapatkan lingkungan yang dapat
mengembangkan bakat atau kemampuan yang telah ada dalam dirinya. Meskipun
demikian, penganut aliran ini masih tampak pada pendapat-pendapat yang
memandang manusia sebagai makhluk yang pasif dan dapat diubah, umpamanya
melalui modifikasi tingkah laku. Hal itu tercermin pada pandangan scientific
psycology Skinner ataupun dengan behavioral. Behaviorisme itu menjadikan
prilaku manusia tampak keluar sebagai sasaran kajianya, dengan tetap menekankan
bahwa perilaku itu terutama sebagai hasil belajar semata-mata. Meskipun
demikian, pandangan-pandangan behavioral ini juga masih bervariasi dalam
menentukan faktor apakah yang paling utama dalam proses belajar itu sebagai
berikut:
a.
Pandangan yang menekankan peranan
pengamatan dan imitasi.
b.
Pandangan yang menekankan peranan
dari dampak ataupun balikan dari sesuatu perilaku.
c.
Pandangan yang menekankan peranan stimulus
atau rangsangan terhadap perilaku.
Seperti yang akan dikemukakan pada butir atau
aliran konvergensi pada bagian ini, beberapa pendapat dalam pandangan
behavioral tersebut tidak lagi sepenuhnya ala ”Tabula Rasa” dari J. Locke,
karena telah mulai diperhatikan pula faktor-faktor internal dari manusia.
2.
Aliran Nativisme
Nativisme berasal dari kata Nativus yang
berarti kelahiran. Tokoh aliran ini adalah Arthur Schopenhauer (1788-1860)
seorang filosof jerman, yang berpendapat bahwa hasil pendidikan dan perkembangan
manusia itu ditentukan oleh pembawaan yang diperolehnya sejak anak itu
dilahirkan. Anak dilahirkan kedunia sudah mempunyai pembawaan dari orang tua
maupun disekelilingnya, dan pembawaan itulah yang menentukan perkembangan dan
hasil pendidikan. Faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang
berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Bayi itu lahir sudah
dengan pembawaan baik dan pembawaan buruk.
Oleh karena itu hasil akhir pendidikan di
tentukan oleh pembawaan yang sudah di bawa sejak lahir. Berdasarkan pandangan
ini maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak didik itu sendiri.
Ditekankan bahwa yang jahat akan menjadi jaha, dan yang baik akan menjadi baik.
Menurut kaum nativisme itu, pendidikan tidak dapat mengubah sifat-sifat
pembawaan. Jadi jika benar pendapat tersebut, percumalah kita mendidik atau
dengan kata lain pendidikan tidak perlu. Dalam ilmu pendidikan, hal ini disebut
pesimisme pedagogis, karena sangat pesimis terhadap upaya-upaya dan hasil
pendidikan.
Terdapat suatu pokok pendapat aliran nativisme
yang berpengaruh luas yakni bahwa dalam diri individu terdapat sutu “inti”
pribadi (G. Leibnitz: Monad) yang mendorong manusia untuk mewujudkan diri,
mendorong manusia dalam menentukan pilihan dan kemauan sendiri, dan yang
menempatkan manusia sebagai makhluk aktif yang mempunyai kemauan bebas.
Pandangan-pandangan tersebut tampak antara lain humanistic psychology
dari Carl. Rogers ataupun pandangan phenomenology/ humanistik lainnya.
Faktor Perkembangan Manusia Dalam Teori Nativisme
a.
Faktor genetik
Adalah faktor gen dari kedua orangtua yang mendorong adanya suatu bakat
yang muncul dari diri manusia. Contohnya adalah Jika kedua orangtua anak itu
adalah seorang penyanyi maka anaknya memiliki bakat pembawaan sebagai seorang
penyanyi yang prosentasenya besar.
b.
Faktor Kemampuan Anak
Adalah faktor yang menjadikan seorang anak mengetahui potensi yang
terdapat dalam dirinya. Faktor ini lebih nyata karena anak dapat mengembangkan
potensi yang ada dalam dirinya. Contohnya adalah adanya kegiatan
ekstrakurikuler di sekolah yang mendorong setiap anak untuk mengembangkan
potensi yang ada dalam dirinya sesuai dengan bakat dan minatnya.
c.
Faktor Pertumbuhan Anak
Adalah faktor yang mendorong anak mengetahui bakat dan minatnya di
setiap pertumbuhan dan perkembangan secara alami sehingga jika pertumbuhan anak
itu normal maka dia kan bersikap enerjik, aktif, dan responsive terhadap
kemampuan yang dimiliki. Sebaliknya, jika pertumbuhan anak tidak normal maka
anak tersebut tidak bisa mngenali bakat dan kemampuan yang dimiliki.
Tujuan Teori Nativisme
Didalam teori ini menurut G. Leibnitz: Monad “Didalam diri individu
manusia terdapat suatu inti pribadi”. Sedangakan dalam teori Teori Arthur
Schopenhauer (1788-1860) dinyatakan bahwa perkembangan manusia merupakan
pembawaan sejak lahir atau bakat. Sehingga dengan teori ini setiap manusia
diharapkan:
a.
Mampu memunculkan bakat yang
dimiliki
b.
Mendorong manusia mewujudkan diri
yang berkompetensi
c.
Mendorong manusia dalam menetukan
pilihan
d.
Mendorong manusia untuk
mengembangkan potensi dari dalam diri seseorang
e.
Mendorong manusia mengenali bakat
minat yang dimiliki
3.
Aliran Naturalisme
Naturalisme merupakan teori yang menerima
“nature” (alam) sebagai keseluruhan realitas. Istilah “nature” telah dipakai
dalam filsafat dengan bermacam-macam arti, mulai dari dunia fisik yang dapat
dilihat oleh manusia, sampai kepada sistem total dari fenomena ruang dan waktu.
Natura adalah dunia yang diungkapkan kepada kita oleh sains alam. Istilah
naturalisme adalah sebaliknya dari istilah supernaturalisme yang mengandung
pandangan dualistik terhadap alam dengan adanya kekuatan yang ada (wujud) di
atas atau di luar alam (Harold H. Titus e.al. 1984).
Aliran ini sama dengan aliran nativisme.
Naturalisme yang dipelopori oleh Jean Jaquest Rousseau, bependapat bahwa pada
hakekatnya semua anak manusia adalah baik pada waktu dilahirkan yaitu dari
sejak tangan sang pencipta. Tetapi akhirnya rusak sewaktu berada ditangan
manusia, oleh karena Jean Jaquest Rousseau menciptakan konsep pendidikan alam,
artinya anak hendaklah dibiarkan tumbuh dan berkembang sendiri menurut alamnya,
manusia jangan banyak mencampurinya.
Aliran ini juga disebut negativisme, karena
berpendapat bahwa pendidik wajib membiarkan pertumbuhan anak pada alam. Jadi
dengan kata lain pendidikan tidak di perlukan. Yang di laksanakan adalah
menyerahkan anak didik kepada alam, agar pembawaan yang baik itu tidak menjadi
rusak oleh tangan manusia melalui proses dan kegiatan pendidikan itu.
Jean Jaquest Rousseau ingin menjauhkan anak dari
segala keburukan masyarakat yang serba dibuat-buat (artificial) sehingga
kebaikan anak-anak yang di peroleh secara alamiah sejak saat kelahirannya itu
dapat tampak secara spontan dan bebas. Jean Jaquest Rousseau juga
berpendapat bahwa jika anak melakukan pelanggaran terhadap norma-norma,
hendaklah orang tua atau pendidik tidak perlu untuk memberikan hukuman, biarlah
alam yang menghukumnya. Jika seorang anak bermain pisau, atau bermain api
kemudian terbakar atau tersayat tangannya, atau bermain air kemudian ia
gatal-gatal atau masuk angin. Ini adalah bentuk hukuman alam. Biarlah anak itu
merasakan sendiri akibatnya yang sewajarnya dari perbuatannya itu yang nantinya
menjadi insaf dengan sendirinya
Hukum alam memiliki ciri sebagai berikut :
a.
Segalanya berkembang dari alam
b.
Perkembangan alam serba teratur,
tidak meloncat-loncat melainkan terjadi secara bertahap.
c.
Alam, berkembang tidak
tergesa-gesa melainkan menunggu waktu yang tepat, sambil mengadakan persiapan.
Dimensi filsafat pendidikan Naturalisme
a.
Dimensi utama dan pertama dari
pemikiran filsafat pendidikan Naturalisme di bidang pendidikan adalah
pentingnya pendidikan itu sesuai dengan perkembangan alam.Alam berkembang dengan teratur dan menurut
aturan waktu tertentu. Tidak pernah terjadi dalam perkembangan alam, seekor
kupu-kupu tiba-tiba dapat terbang tanpa terlebih dahulu mengalami proses
perkembangan mulai dari ulat menjadi kepompong dan seterusnya berubah menjadi
kupu-kupu. Begitu juga perkembangan alam yang lain, buah apapun di dunia,
selalu bermula dari bunga.
b.
Dimensi kedua dari filsafat
pendidikan Naturalisme yang juga dikemukakan oleh Comenius adalah penekanan
bahwa belajar itu merupakan kegiatan melalui Indra. Seperti yang disarankan
oleh Wolfgang Ratke pada para guru. Guru, kata Ratke pertamakali hendaknya
mengenalkan benda kepada anak lebih dahulu, baru setelah itu penjelasan yang
diperinci (exposition) tentang benda tersebut.
c.
Dimensi ketiga dari filsafat
pendidikan Naturalisme adalah pentingnya pemberian pemahaman pada akal akan
kejadian atau fenomena dan hukum alam melalui observasi. Observasi berarti
mengamati secara langsung fenomena yang ada di alam ini secara cermat dan
cerdas. Seperti yang dialami Copernicus, bahwa pemahaman kita akan menipu kita,
apabila kita berfikir bahwa mataharilah yang mengelilingi bumi, padahal
sebenarnya bumilah yang mengelilingi matahari.
d.
Demensi terakhir dari percikan
pemikiran filsafat pendidikan Naturalisme juga dikembangkan oleh Jean Jacques
Rousseau berkebangsaan Prancis yang naturalis mengatakan bahwa pendidikan dapat
berasal dari tiga hal, yaitu ; alam, manusia dan barang. Bagi Rousseau seorang
anak harus hidup dengan prinsip-prinsip alam semesta.
Implikasi Naturalisme di Bidang Pendidikan
Fenomena menarik di bidang pendidikan saat ini
adalah lahirnya berbagai model pendidikan yang menjadikan alam sebagai tempat
dan pusat kegiatan pembelajarannya. Pembelajaran tidak lagi dilakukan di dalam
kelas yang dibatasi oleh ruang dan waktu, tetapi lebih fokus pada pemanfaatan
alam sebagai tempat dan sumber belajar. Belajar di dan dengan alam yang telah
menyediakan beragam fasilitas dan tantangan bagi peserta didik akan sangat
menyenangkan. Tinggal kemampuan kita bagaimana “mengekploirasi” sumber daya
alam menjadi media, sumber dan materi pembelajaran yang sangat berguna.
Jika di dalam kelas subyektifitas peserta didik
tertekan oleh otoritas guru, maka di alam, guru dan peserta didik dapat dengan
leluasa menciptakan hubungan yang lebih akrab satu sama lain. Dari hubungan
yang akrab ini lebih lanjut terjadi hubungan emosional yang mendalam antara
guru dengan peserta didiknya. Dalam kondisi seperti ini, subyektifitas peserta
didik dengan sendirinya akan mengalir dalam diskusi dengan guru di mana telah
tercipta suasana belajar yang kondusif.
Menyatunya para siswa dengan alam sebagai
tempat belajar dapat memuaskan keingintahuannya (curiousity), sebab mereka
secara langsung face to face berhadapan dengan sumber dan materi pembelajaran
secara riil. Hal yang sangat jarang terjadi pada pembelajaran di dalam kelas.
4.
Aliran
Konvergensi
Perintis aliran ini adalah William Stern
(1871-1939), seorang ahli pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat bahwa
seorang anak dilahirkan di dunia sudah disertai pembawaan baik maupun pembawaan
buruk. Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak,
baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan
penting. Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik
tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai dengan perkembangan bakat tersebut.
Sebaliknya lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak yang
optimal kalau memang dalam dirinya tidak terdapat bakat yang diperlukan dalam
mengembangkan bakat tersebut. Sebagai contoh, hakikat kemampuan anak manusia
berbahasa dengan kata-kata adalah juga hasil konvergensi.
Pada anak manusia ada pembawaan untuk berbicara
melalui situasi lingkungan, anak belajar berbicara dalam bahasa tertentu.
Lingkungan pun mempengaruhi anak didik dalam mengembangkan pembawaan bahasanya.
Karena itu tiap anak manusia mula-mula menggunakan bahasa lingkungannya,
misalnya bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Iggris, dan sebagainya. Kemampuan
dua orang anak (yang tinggal dalam satu lingkungan yang sama) untuk mempelajari
bahasa mungkin tidak sama. Itu disebabkan oleh adanya perbedaan kuantitas
pembawaan dan perbedaaan situasi lingkungan, biarpun lingkungan kedua orang
anak tersebut bahasa yang sama. Oleh karena itu Stren berpendapat bahwa hasil
pendidikan itu tergantung dari pembawaan dan lingkungannya, seakan-akan dua
garis menuju satu titik pertemuan.
Karena itu teori
W. Stren disebut teori konvergensi (konvergen artinya memusat kesatu titik).
Jadi menurut teori konvergensi :
a.
Pendidikan mungkin untuk
dilaksanakan.
b.
Pendidikan di artikan sebagai
pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak didik untuk mengembangkan
potensi yang baik dan mencegah berkembangnya potensi yang kurang baik.
c.
Yang membatasi hasil pendidikan
adalah pembawaan dan lingkungan. Aliran konvergensi pada umumnya diterima
secara luas sebagai pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh kembang manusia.
William Stern mengatakan bahwa
kemungkinan-kemungkinan yang dibawa sejak lahir itu merupakan petunjuk-petunjuk
nasib manusia yang akan datang dengan ruang permainan. Dalam ruang permainan
itulah terletak pendidikan dalam arti yang sangat luas. Tenaga-tenaga dari luar
dapat menolong tetapi bukanlah ia yang menyebabkan perkembangan itu, karena ini
datangnya dari dalam yang mengandung dasar keaktifan dan tenaga pendorong.
Sebagai contoh : anak dalam tahun pertama belajar mengoceh, baru
kemudian becakap-cakap, dorongan dan bakat itu telah ada, di meniru suara-suara
dari ibunya dan orang disekelilingnya. Ia meniru dan mendebgarkan dari
kata-kata yang diucapkan kepadanya, bakat dan dorongan itu tidak akan
berkembang jika tidak ada bantuan dari luar yang merangsangnya. Dengan demikian
jika tidak ada bantuan suara-suara dari luar atau kata-kata yang di dengarnya
tidak mungkin anak tesebut bisa bercakap-cakap.
B.
Gerakan-gerakan Baru dalam
Pendidikan
1.
Pembelajaran Alam Sekitar
Dasar pemikiran yang terkandung di dalam
pengajaran alam sekitar adalah peserta didik akan mendapat kecakapan dan
kesanggupan baru dalam menghadapi dunia kenyataan. Penjelajahan seseorang dalam
menemukan hal-hal baru, baik untuk pengetahuan, olah raga, maupun rekreasi
menjadikan program pendidikan alam sekitar dipandang sangat penting. Melalui
penjelajahan yang dilakukan, maka sekarang peserta didik, akan menghayati
secara langsung tentang keadaan alam sekitar, belajar sambil mengerjakan
sesuatu dengan serta merta memanfaatkan waktu senggangnya. Pendidikan alam
sekitar ini mudah dilaksanakan di segala jenjang pendidikan. Konsekuensinya,
dalam persiapan perlu dipikirkan tentang biaya ketika akan diadakan
penjelajahan seperti halnya biaya transportasi, biaya hidup selama
penjelajahan, penginapan dan sebagainya.
2.
Pengajaran Pusat Perhatian
(Centres D’interet)
Penemunya adalah Ovide Decroly (1871-1923),
seorang dokter perancis mendirikan yayasan untuk anak-anak abnormal yang
bertempat dirumahnya pada tahun1901. pada tahun 1907 metodenya diterapkan pada
anak-anak normal. Pengajaran disusun menurut pusat perhatian anak, yang dinamai
centres d’interet. Decroly mencari dan menyelidiki naluri anak dalam
pertumbuhannya (secara intrinsik). Naluri yang perlu didapatkan adalah naluri
untuk mempertahankan diri,untuk makan, bermain dan bekerja, dari meniru.
Berangkat dari naluri tersebut selanjutnya disusun pusat perhatian seperti:
untuk makan, untuk berlindung, mempertahankan diri terhadap musuh, dan untuk
bekerja. Yang menarik pada pendidikan/ pengajaran Decroly yaitu bahwa anak
selalu bekerja sendiri tanpa ditolong dan dilayani.
3.
Sekolah Kerja
George Kerschensteiner (1854-1932) menulis
karangan tentang arbeitsshule. Ia seorang guru ilmu pasti yang diangkat sebagai
inspektur di Munchen. Pada tahun 1898 ia mengembangkan cita-cita pendidikan,
bagi kerschensteiner, tujuan hidup manusia yang tertinggi adalah mengabdi
kepada negara. Berhubungan dengan itu kewajiban sekolah yang terpenting ialah
menyiapkan peserta didik untuk sesuatu pekerjaan. Jadi yang menjadi pusat
tujuan pengajaran adalah kerja untuk menatap masa mendatang. Melalui bekerja,
manusia menuju ke lingkungan kebudayaan masyarakatnya. Peserta didik bekerja
berkelompok sesuai dengan bagian masing-masing, sehingga menimbulkan tanggung
jawab.
4.
Pengajaran Proyek
Proyek pengajaran berarti kegiatan, sedangkan
belajar mengandung arti kesempatan untuk memilih, merancang, berlatih, memimpin
dan sebagainya. Dalam hal ini penting ialah bahwa peserta didik telah aktif
memecahkan persoalan, maka wataknya akan terbentuk. Demikian konsep pemikiran
WH Kilpatrick di dalam pengajaran proyek.
C.
Dua aliran Pokok Pendidikan di
Indonesia
1.
Perguruan Kebangsaan Taman Siswa
Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, ada
salah seorang putera Indonesia yang bernama Raden mas Soewardi Soerjaningrat.
Ia gemar menulis dengan menggunakan bahasa Belanda yang halus dan mengandung
sindiran terhadap pemerintah Belanda, tulisannya bejudul “Alks ik een
Nederlander was” yang artinya Andai saja saya seorang Belanda. Dari tulisannya
yang dianggap tajam oleh pemerintah Belanda inilah ia dibuang di Negeri
Belanda.
Ketika berada di tempat pembuangan beliau merasa bebas dalam menyatakan pendapat-pendapatnya, sedang di tanah air sendiri yang dikuasai oleh pemerintah penjajah Belanda justru kebebasannya terganggu. Dari kecintaannya terhadap pendidikan yang sekaligus merupakan perwujudan dari cita-citanya, maka pacta tanggal 3 juli 1922 di Yogyakarta didirikanlah suatu taman kanak-kanak yang diberi nama Taman Indriya. Kemudian berkembang lagi dan semakin luas hingga seluruh lembaganya diberi nama perguruan Kebangsaan Taman Siswa.
Pada jaman penjajahan Belanda, Taman Siswa bersikap “noncooperative” dan menolak pemberian subsidi.
Ketika berada di tempat pembuangan beliau merasa bebas dalam menyatakan pendapat-pendapatnya, sedang di tanah air sendiri yang dikuasai oleh pemerintah penjajah Belanda justru kebebasannya terganggu. Dari kecintaannya terhadap pendidikan yang sekaligus merupakan perwujudan dari cita-citanya, maka pacta tanggal 3 juli 1922 di Yogyakarta didirikanlah suatu taman kanak-kanak yang diberi nama Taman Indriya. Kemudian berkembang lagi dan semakin luas hingga seluruh lembaganya diberi nama perguruan Kebangsaan Taman Siswa.
Pada jaman penjajahan Belanda, Taman Siswa bersikap “noncooperative” dan menolak pemberian subsidi.
Di dalam melaksanakan konsep pendidikannya
Taman Siswa memiliki asas-asas sebagai berikut:
a.
Asas merdeka untuk mengatur
dirinya sendiri. Hendaknya setiap peserta didik dapat berkembang menurut kodrat
dan bakatnya,namun mereka dididik dengan sistem among atau tut wuri handayani.
b.
Asas Kebudayaan yang dalam hal ini
kebudayaan Indonesia sendiri.
c.
Asas kerakyatan, pendidikan dan
pengajaran harus diberikan kepada seluruh rakyat.
d.
Asas kekuatan sendiri (berdikari).
Dengan demikian segala pembelanjaan ditutup dengan uang pendapatan sendiri.
e.
Asas berhamba kepada anak.
Pada saat Indonesia merdeka pada tahun 1945,
dan dua tahun berikutnya berhasil disusun dasar-dasar Taman Siswa yang dikenal
dengan Panca Darma. Kelima dasar yang dimaksud adalah:
a.
Kemanusiaan
Harus ada cinta kasih terhadap sesama manusia dan terhadap seluruh makhluk Allah SWT.
Harus ada cinta kasih terhadap sesama manusia dan terhadap seluruh makhluk Allah SWT.
b.
Kodrat Hidup
Termasuk
Kodrat hidup adalah pembawaan.
c.
Kebangsaan
Tidak boleh bersifat chauvinistic ( menyombongkan kehebatan bangsa sendiri) dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum manusia.
Tidak boleh bersifat chauvinistic ( menyombongkan kehebatan bangsa sendiri) dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum manusia.
d.
Kebudayaan
Kebudayaan nasional harus dipelihara. Pendidik harus mengajak peserta didik meresapi jiwa bangsa yang terwujud dalam kebudayaannya.
Kebudayaan nasional harus dipelihara. Pendidik harus mengajak peserta didik meresapi jiwa bangsa yang terwujud dalam kebudayaannya.
e.
Kemerdekaan Kebebasan
Ki Hajar
Dewantara juga menentukan semboyan bagi kaum pendidik, antara lain: ing ngarso
sung tulodho, artinya jika pendidik berada di muka dia berkewajiban memberi
teladan kepada para peserta didiknya. Ing madya mangun karso artinya: jika di
tengah membangun semangat, berswakarya, dan berkreasi pada peserta didik. Tut
wuri handayani artinya jika di belakang pendidik mengikuti dan mengarahkan
peserta didik agar berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.
2.
Ruang Pedidikan INS di Kayutanam
Sebuah sekolah lain timbul sebagai reaksi
terhadap sekolah-sekolah pemerintah Hindia Belanda yaitu INS ( Indonesiche Nederlansce
School) di Kayutanam, yaitu suatu kota kecil di dekat padang panjang Sumatera
Barat. Sekolah ini mempunyai rencana pelajaran dan metode sendiri yang hampir
mirip dengan rancangan kerschensteiner dengan arbeitsschulenya.
M. Syafei dengan sekolahnya ingin membentuk pemuda-pemuda Indonesia yang berani tegak sendiri, berusaha sendiri, hidup bebas dan tidak tergantung buat seumur hidupnya pada pemerintah sebagai pegawainya.
M. Syafei dengan sekolahnya ingin membentuk pemuda-pemuda Indonesia yang berani tegak sendiri, berusaha sendiri, hidup bebas dan tidak tergantung buat seumur hidupnya pada pemerintah sebagai pegawainya.
Adapun dasar pemikiran INS adalah:
a.
Percaya dan taqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
b.
Menentang intelektualisme,aktif,
giat dan punya daya cipta serta dinamis.
c.
Memperhatikan bakat dan lingkungan
siswa.
d.
Berpikir secara rasional, bukan
secara mistik.
Perlu juga diketahui bahwa ruang pedidikan INS terdiri atas empat
tingkatan yaitu:
a.
Ruang rendah Sekolah Dasar 7
tahun.
b.
Ruang antara tahun (sambungan
ruang rendah). Siswa tamatan HIS atau Schakel tidak langsung dapat diterima
pada ruang dewasa, tetapi harus masuk ruang antara lebih dahulu.
c.
Ruang dewasa 4 tahun (sambungan
ruang antara atau ruang tengah).
d.
Ruang masyarakat 1 tahun
Pada semua tingkatan ruang, diberikan 50% mata
pelajaran umum dan 50% pelajaran kejuruan (Zahara Idris 1984:21). Menurut S
Purbakawatja (1970:212) M. Syafei menunjukan sifatnya sebagai pendidik yang
secara demokratis ingin memberi kesempatan kepada anak tumbuh dan berkembang
menurut garis masing-masing.
Sistem ini tidak mendapat tanggapan yang
diharapkan dari daerah lain karena terlalu banyak menuntut pengorbanan dari
pendidiknya. Mereka harus berani hidup sangat sederhana dan mungkin dalam
kekurangan. Keuntungan dari pendidikannya hanya dirasakan secara perorangan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
penjelasan mengenai Aliran Empirisme,
Aliran Nativisme,
Aliran Naturalisme,
Aliran Konvergensi,
dapat disimpulkan bahwa Aliran Konvegensi dipandang lebih realistis. Untuk menilai suatu perkembangan
terhadap manusia, kita bisa memandang dari segi empirik secara eksternal dan
dapat memandang dari bakat yang mereka miliki. Jadi, aliran pendidikan yang
lebih sesuai untuk diterapkan adalah aliran konvergensi, karena aliran ini
mengakui bakat, pembawaan dan lingkungan yang dimiliki oleh peserta didik,
sehingga mereka mampu mengembangkan potensinya tanpa suatu halangan apapun. Dari hal-hal tersebut muncul juga beberapa
gerakan-gerakan baru dalam pendidikan seperti pembelajaran
alam sekitar, pengajaran
pusat perhatian, sekolah kerja
dan pengajaran proyek. Selain keempat aliran
diatas juga berkembang aliran-aliran pokok di Indonesia yaitu Perguruan Kebangsaan Taman Siswa
dan Ruang Pendidikan
INS di Kayutanam.
B.
Saran
Diharapkan
lebih bijak memilih atau mengaplikasikan teori-teori tersebut dalam mendidik
anak karena dengan kita tahu maka kita bisa menelaah sisi baik dan sisi buruk,
sisi yang cocok untuk diterapkan dalam pendidikan di zaman sekarang itu seperti
apa proses pembelajaran, terlebih pada tahap-tahap pembelajaran,
diharapkan anak tersebut mampu menghasilkan sesuatu yang optimal pada
dirinya dan lingkungannya.
Daftar Pustaka
Munib,
Achmad dkk.2012.PENGANTAR ILMU PENDIDIKAN.Semarang: UPT UNNES Press.
Sumber
Internet:
http://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/20/aliran-aliran-klasik-pendidikan/ (diakses tanggal 13 september 2014)
http://arafah127.blogspot.com/p/aliran-aliran-pendidikan.html (diakses tanggal 13 september 2014)
http://ardabilly9.wordpress.com/aliran-dalam-pendidikan/ (diakses tanggal 13 september 2014)
http://rief-ham.blogspot.com/2012/05/3-aliran-aliran-pendidikan.html (diakses tanggal 13 september 2014)
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Tulis Komentar dengan Bahasa yang Sopan :) Kata-katamu adalah cerminan Dirimu