BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pendidikan nonformal di Indonesia
Undang
– Undang Dasar 1945 mengisyaratkan agar didalam usaha memajukan kesejahteran
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, pemerintah dan masyarakat segera
menentukan sikap dan langkah – langkah kependidikan untuk bisa memberikan kesempatan kepada
setiap warga Negara mendapat pengajaran .
Tahun
sejak 1954 usaha telah di laksanakan,antara lain dengan membentuk sebuah
Panitia Negara yang di pimpin oleh Ki Hajar Dewantoro untuk menyusun Undang –
Undang Pendidikan dan Pengajaran (UUPP). Dari sini muncul Undang – Undang
Pendidikan Pengajaran no 4 tahun 1950 dan no 12 tahun 1954 disamping adanya
Undang – Undang no 22 tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi.
Namun
di dalam Undang – Undang Pendidikan dan Pengajaran tersebut tidak tersirat apa
dan bagaimana tugas dan peranan yang dadap di mainkan oleh pendidikan nonformal
untuk ikut memajukan sesejahteran umum dan mencerdasakan kehidupan bangsa. Baru
pada Undang – Undang no 2 tahun 1989 dan Undang – Undang no 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, tugas dan fungsi pendidikan nonformal sudah
secara eksplisit dirumuskan secara tegas.
Sejak
tahun 50 an , dalam rangka mengatasi masalah kebodoahan dan kemiskinan ,
pemerintah bersama masyarakat telah melaksanakn tugas yang mulia yaitu
pemberantasan tiga buta : buta aksara , buta berhitung , buta pengetahuan dasar
.setelah berjalan beberapa tahun ternyata hasilnya tidak memuaskan ,
diantaranya kerena penyelenggaraannya kurang simpatik dan kurang menarik
sehingga banyak warga belajar yang meninggalkan kursus, sehingga yang sudah
melek aksara menjadi buta huruf lagi.
Kemudian disusun strategi baru
namun ternyata hasilnya tidak memuaskan lagi karena disebabkan oleh di
abaikannya prinsip- prinsip yang harusnya di perhatiakan dalam proses
penyelenggaraan program – program tersebut.
Menurut Philip Coombs bersama dengan
Manzoon achmed menegaskan bahwa dalam menyusun program kegiatan pendidikan
nonformal 4 prisip tersebut harus di perhatiakan:
1.
Bahwa setiap program adalah untuk mengadakan
pendekatan yang merata.
2.
Bahwa pendidikan nonformal perlu banyak
memberikan latihan.
3.
Program pendidikan nonformal hendaknya dapat
membantu warga belajar untuk menolong diri mereka sendiri.
4.
Program pendidikan nonformal hendaknya merupakan
kegiatan yang berintegrasi dengan program pembangunan.
Di Indonesia, proram
pendidikan nonformal mendasarkan seluruh kegiatan pada usaha memajukan
kesejahteran umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Seperti ditegaskan dalam
visi misi Departemen Pendidikan Nasional bahwa pendidikan nonformal ini didala
menyusun program harus dapat menjangkau kelompok masyarakat yang kurang mampu ,
cacat ataupun karena bertempat tinggal terpencil kurang dapt memanfaatkan
fasilitas pendidikan yang tersedia agar mereka mendapakan kesempatan belajar dan
meningkatkan keterampilan.
Dalam penyelenggaraan
program pendidikan nomformal perlu diselenggarakan untuk : mengejar ketinggalan
di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mempercepat pembangunan , dan
merupakan usaha memperluas pendidikan dasar dalam rangka mewujudkan pelaksanaan
wajib belajar , peningkatan pendidikan teknik dan kejuruan.
Program pendidikan nonformal
dalam bentuk pemberantasan buta huruf mengalami kekecewaan , namun pada tahun
1979 diperbaiki dengan mengetrapkan cara baru yang disebut ” Kejar” singkatan dari
istilah bekerja dan belajar untuk mengejar ketinggalan, karena kejar itu pada
mulanya memang diperentukan bagi warga masyarakat yang sudah bekerja tetapi
masih punya semangat belajar demi peningkatan diri. “ Kejar “ juga berarti
kelompok belajar , karena minat warga masyarakat untuk masuk menjadi warga
kejar ternyata tidak terbatas hanya bagi mereka yang telah bekerja tetapi juga
akhirnya diperuntukan bagi anak usia sekolah yang karena tidak dapat mengikuti
pendidikan di sekolah masuk menjadi warga kejar.
Program kejar ini merupakan
suatu bentuk pendidikan “ saling belajar dan membelajarkan “ diantara sesame
warga belajar dengan menggunakan materi pelajaran yang sama, yang disebut
dengan butu patek A, yang telah disusun secara nasional dari seri nomor 1-100,
dan bila telah selesai dengan nomor itu warga belajar berhak untuk mengikuti
ujian persamaan untuk tingkat sekolah
dasar.
Program kejar paket A masih terus di galakkan sampai sekarang
mengingat jumlah tuna aksara , tuna berhitung, dan tuna bahasa serta tuni ilmu
pengetahuan dasar masih tinggi. Disamping program kejar paket A , sejak tahun 1980 juga di galakkan program
kelompok belajar usaha program ini merupakan program pendidikan mata
pencaharian ,untuk mendidik dan melatih warga belajar agar mampu membuka
lapangan pekerjaan sendiri dengan cara membuka usaha bersama secara kooperatif.
Bidang pendidikan masyarakat
departemen pendidikan nasional juga menyediakan dana belajar sebesar Rp.
5.000.000,00 untuk setiap KBU yang bisa tumbuh dan berkembang bahkan disamping
itu masih ada kemungkinan diperolehnya tambahan usaha apabila ternyata KBU itu
maju dan meyakinkan.Tujuan dari pemberian dana usaha adalah untuk mengembangkan
jadi tidak untuk di kembalikan.
Program lain adalah Kelompok Belajar Pendidikan Kesejahteraan Keluarga
(KBPKK). Program ini dipilih karena banyak sekali wanita-wanita warga Negara
Indonesia terutama yang tinggal dipedesaan tertinggal jauh di dalam bidang
pendidikan. Mereka ini menjadi golongan pasif dan hanya menjadi penonton saja
dalam akselerasi dan era pembangunan. Mereka perlu di bantu , di berikan
pengetahuan dan keterampilan agar mereka dapat menolong diri mereka sendiri ,
dan ikut berperan aktif dalam program – program pembangunan.
Sepuluh program pendidikan menyangkut aspek – aspek:
1.
Penghayatan dan pengamalan pancasila
2.
Gotong royong
3.
Makanan
4.
Pakaian
5.
Perumahan dan tata laksana rumah tangga
6.
Pendidikan dan keterampilan
7.
Kesehatan
8.
Mengembangkan kehidupan berkoperasi
9.
Kelestarian lingkungan hidup
10.
Perencanaan sehat
Program
kejuruan masyarakat yang verbentuk Kelompok Belajar Kejuruan, kegiatanya
meliputi berbagai macam pendidikan keterampilan, sesuai minat dan kebutuhan
warga masyarakat belajar. Penyelenggaraan program ini biasanya di laksanakan di
sanggar- sanggar kegiatan belajar (SKB) dan pusat kegiatan belajar masyarakat (
PKBM ) yang ada pada tiap-tiap kabupaten atau kecamatan.
Adapula pendidikan nonformal yang dilaksanakan
oleh masyarakat namun di koordinasi dari pegawasan Bidang Pendidikan Masyarakat
Departemen Pendidikan Nasional dengan nama program PLSM. Kebanyakan dalam
bentuk kelompok atau organisasi kursus- kursus atau magang . kelompok atau
organisasi misalnya kelompok atau organisasi olah raga , seni drama, rupa,
music, karawitan dan lain sebagainya.
Yang berbentuk
kursus misalnya kursus computer , mengetik ,menjahit, menyetir, merias,
kecantiakn , bahasa , membuat makanan dan lain sebaginya. Yang berbentuk magang bisa terjadi dalam
bengkel mobil, kendaraan bermotor, bengkel las, tempat tempat reparasi barang elektronik,mesin-mesin
dan tempat-tempat lain.
Peranan yang bisa
dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah hanyalah mengarahkan
agar kegiatan – kegiatan pendidikan semacam itu bisa tumbuh subur, karena
banyak memberikan keuntungan kepada masyarakat.
Bentuk pembinaan dan pengarahan itu antara lain :
1.
Penyelenggaran ujian ( ujian persamaan , ujian kejuruan , dan lain
sebagainya)
2.
Penyelenggaraan penataran bagi para sumber
belajar.
3.
Pemberiaan perijinan/legalisasi bagi para
penyelenggara kursus.
4.
Memberikan bimbingan dan motivasi demi
peningkatan pendidikan
5.
Memberikan bantuan dana bila hal itu di perlukan
6.
Melaksanakan fungsi koordinasi kegiatan baik secara local maupun regional.
Dirjen Pendidikan Luar
Sekolah Departemen Pendidikan Nasional masih mempunyai program – program
pendidikan luar sekolah dalam bentuk lain, seperti :
1.
Program Karya Andalan Dikmas, mulai dari tingkat
propinsi sampai Desa.
2.
Program Lintas Sektoral seperti KBPD , PKK ,
Keluarga Berencana , PKK Remaja dan lain sebagainya.
3.
Program Ujian Persamaan baik tingkat Sekolah
Dasar, sampai tingkat SMA.
4.
Menyelenggarakan berbagai macam perlombaan ,
seleksi , pameran – pameran yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan.
Salah satu bentuk
program pendidikan nonformal yang dilaksanakan di Indonesia yang erat kaitannya
dengan upaya penuntasan wajib belajar pendidikan dasar adalah penyelenggaraan
pendidikan kesetaraan paket A dan
paket B dan untuk jenjang pendidikan
menengah melalui kejar paket C.
Menurut Mendiknas
(2006 ) dinyatakan bahwa setiap orang yang mengikuti ujian kesetaraan
paket A, paket B, paket
C masing- masing memiliki hak eligibilitasyang samaa dan setara dengan ,
berturut – turut, pemegang ijasah SD/MI,SMP/MTs,dan SMA/MA/SMK untuk dapat
mendaftar pada satuan pendidikan yang lebih tinggi ,status kelulusan program
pendidikan kesetaraan paket C memiliki
hak eligibilitas yang setara dengan penidikan formal dalam memasuki lapangan
pekerjaan. Secara umum sasaran pendidikan kesetaraan adalah : (a) calon peserta didik yang putus sekolah, (b) meraka yang belum/tidak terlayani
pendidikan nya secara formal karena berbagai hambatan ,dan (c) mereka yang
memilih pendidikan kesetaraan atas dasar keinginannya sendiri. Dengan demikian
pendidikan kesetaraan berfungsi sebagai pendidikan pengganti, penambah, atau
pelengkap pendidikan formal melalui sekolah. Makna “setara” adalah “sepadan
dalam hal nilai,pengaruh atau pengakuan “civil effect’ lulusannya”. Proses
pembelajarannya harus dapat menjamin agar lulusannya memiliki kemampuan ,
kecakapan , dan nilai-nilai yang berguna dalam menempuh kehidupannya. Makna
kesetaraan adalah kesamaan standar kompetensi lulusan yang harus dicapai dengan
sekolah formal tetapi cara mencapainya berbeda.
Pendidikan
kesetaraan merupakan salah satu jenis pendidikan nonformal yang berstruktur dan
berjenjang , memberikan kompetensi minimal bidang akademik dan lebih memiliki
kompetensi kecakapan hidup,serta mandiri dan belajar sepanjang hayat.
Pendekatan yang digunakan : (a) pengembangan standar kompetensi lulusan berkecakapan
hidup yang dilatih secara terintegrasi dan tersendiri, (b) menerapkan
pendekatan tematik dalam standar materi,(c) menerapkan pendekatan induktif dan
pendekatan lingkungan (potensi dan kebutuhan ) sehingga mempertinggi relevansi
dan kebermanfaatan bagi peserta didik (d)menerapkan pendekatan pedagogi
produktif mempertinggi hasil belajar berupa pemilikan kompetensi kecakapan
hidup dan pendekatan androgogi yang meningkatkan peran serta peserta didik
dalam pembelajaran ,dan(e) menerapkan pendekatan pengakuan terhadap pengalaman
belajar sebelumnya melalui tes penempatan.
Isi kurikulum
tingkat satuan pendidikan meliputi 10 mata pelajaran yang keluasan dan
kedalamannya merupakan beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan.
Kesepuluh mata pelajaran itu yaitu :
1.
Pendidikan agama
2.
Pendidikan kewarganegaraan
3.
Bahasa
4.
Matematika
5.
Ilmu pengetahuan alm
6.
Ilmu pengetahuan social
7.
Seni dan budaya
8.
Pendidikan jasmani,olahraga, dan kasehatan
9.
Keterampilan/kejuruan
10.
Muatan local
Pendidikan kesetaraan sebagai
sistem harus menekankan proses pendidikan sebagai “ pembelajaran “ warga
belajar yang dilakukan melalui interaksi perilaku tutor dan perilaku earga
belajar baik di ruang kelas maupun di luar kelas karena proses pembelajaran merupakan
pemberdayaan warga belajar maka penekannya bukan sekedar mengajarkan sesuatau
kepada warga belajar dan kemudian menyuruhnya mengerjakan soal agar memiliki
jawaban baku yang di anggap benar oleh tutor akan tetapi proses pembelajaran
yang mampu menumbuhkan daya kreasi , daya nalar ,rasa keingintahuan dan eksperimentasi – eksperimentasi untuk
menemukan kemungkianan baru ( meskipun hasilnya keliru), memberikan keterbukaan
terhadap kemungkinan – kemungkinan baru , menumbuhkan demokrasi , memberikan
kemerdekaan ,dan memberikan toleransi terhadap kekeliruan akibat kreativitas
berfikir
(Aburizal Bakrie,1999)
Kecuali Departemen Pendidikan Nasional pada saat ini ,boleh dibilang
semua departemaen juga telah menyelenggarakan program-program pendidikan
nonformal dalam berbagai bentuk kegiatan , baik untuk kepentingan instansinya
sendiri maupun untuk kepentingan masyarakat.
Program – program yang di maksud adalah :
1.
Departemen Pertanian dengan program penyuluhan
pertanian.
2.
Departemen Sosial dengan program karangtaruna,
Rehabilitas aneka tuna.
3.
Departemen Tenag Kerja dengan program BLKI dan
BLKK.
4.
Departemen Kehakiman dan HAM dangan BISPA dan
usaha – usaha pemasyarakatan.
5.
Departemen Dalam Negeri dengan program pembinaan
LKMD.
6.
Departemen Perdaganagan dengan program pembinaan
masyarakat ekonomi lemah.
7.
Departemen Agama dengan program pondok pesantren
,penerangan Undang –Undang perkawinan dan BP3.
8.
Departemen Kesehatan dengan program puskesmas
dan UKS.
9.
BKKBN dengan program kependudukan,keluarga
berencana dan NKK.
10.
PKBI dengan program sahabat remaja (SAHAJA).
11.
Departemen Koperasi
dengan program BUUD dan KUD.
12.
Perguruan Tinggi dengan PPL dan KKN alternative
, semua program tersebut diselenggarakan melalui kegiatan – kegiatan pendidikan
nonformal.
2.
Masalah – masalah pendidikan nonformal
Ternyata
untuk melaksanakan kegiatan pendidikan nonformal seperti yang diuraikan diatas
tidak semudah yang dikatakan orang. Banyak kesulitan yang di hadapi yang sering
kali terjadi kegagalan atau kurang berhasilnya suatu program pendidikan luar
sekolah , dan akhirnya muncul pula masalah – masalah baru yang harus di hadapi
oleh kita.
Masalah – masalah pendidikan luar sekolah yang pada saat ini
kita hadapi adalah :
1.
Adanya kelemahan di dalam menentukan diagnosa
perencanaan program .
Ini bersumber pada kurang pandainya si
Perencana dalam mengidentifikasi masalah dan kebutuhan apa yang sebenarnya di
hendaki oleh masyarakat ,serta kurang bisa menggali,mengatur,memanfaatkan
sumber potensial yang ada.
2.
Adanya program yang tidak konsepsional , asal di
buat dan asal di laksanakan karena ada dananya, Sudah tentu itu merupakan suatu
pemborosan .
3.
Adanya beberapa program yang kegiatannya sama ,
tapi dilaksanakan oleh beberapa pihak . program ini tentu saja tidak efektif
dan efisien karena banyak menghabiskan waktu ,uang, tenaga dan justru itu
merupakan kegiatan yang membosankan.
4.
Kurang atau tidak adanya pengertian , serta
tanggung jawab terhadap program yang dilaksanakan , baik dari pihak pelaksana,
para pejabat maupun masyarakat.
5.
Heterogenitas latar belakang pendidikan dan
pengalaman para pejabat di satu pihak dan warga belajar di lain pihak dapat
menimbulkan perbedaan yang tajam, dalam hal ini nilai kecakapan dan
keterampilan yang dimilikinya.
6.
Karena banyaknya kebutuhan yang hendak di layani
, maka kurikulum yang disusun untuk memenuhi kebutuhan tersebut kerap kali
kurang terperinci .
7.
Kelemahan pada metode atau cara – cara pendekatan
yang formal sehingga jarak antara sumber belajar dan warga belajar tetap
jauh hal ini akan mempengaruhi proses
dan hasil belajar.
8.
Sikap warga belajar yang kurang serius ,hanya
satu dua kali datang untuk belajar.
9.
Tidak adanya kemamapuan warga belajar untuk
berwiraswasta.
10.
Keterbatasan dalam hal sarana dan prasarana
serta factor penunjang lainnya.
11.
Kelemahan dalam hal koordinasi dan kerjasama
dengan instansi atau lembaga terkait kurang baik.
12.
Cara – cara yang di gunakan untuk mengadakan supervisi
, monitoring , evaluasi nampaknya masih kurang tepat dalam arti kurang sistematik dan metodis sehingga sulit di ketahui apakah suatu program
itu berhasil.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Tulis Komentar dengan Bahasa yang Sopan :) Kata-katamu adalah cerminan Dirimu